Selamat Datang Bro and Sis WWW.JITUPOKER.COM

Monday, August 24, 2015

Cerita Dewasa: Ngentotin Kawan Mama Tiri

Namaku Bernas dan aku tinggal di Jakarta. Di saat
aku menulis cerita ini, aku baru saja menginjak
umur 25 tahun. Aku bekerja di sebuah
perusahaan marketing ternama di kawasan
daerah Kuningan (Jakarta Selatan). Perusahaan
kami ini adalah anak dari perusahaan marketing
Inggris yang mana Head Office untuk Asia Pasific
berada di negeri Singapore. Aku bisa bekerja di
perusahaan ini atas bantuan ibu tiriku yang
memiliki banyak kolega perusahaan-perusahaan
ternama di Jakarta.
Ibu tiriku tergolong orang yang terpandang dan
kaya. Bekas suaminya adalah pengusaha
distributor minyak bumi dalam negeri yang
punya akses mudah ke instansi-instansi
pemerintah. Ibu tiriku cerai dengan bekas
suaminya karena bekas suaminya memiliki
banyak ’selir-selir’ di beberapa kota di pulau Jawa
dan beberapa lagi di luar pulau Jawa. Karena
tidak tahan dengan situasi yang dia hadapi, dia
memutuskan untuk bercerai dengan bekas
suaminya. Menurut cerita ibu tiriku, urusan
perceraiannya sangatlah rumit, berbelit-belit, dan
memakan waktu berbulan-bulan. Seperti biasa
pembagian harga gono-gini yang membuat
urusan cerai menjadi lebih panjang. Sampai
pada akhirnya hasil dari penceraian tersebut, ibu
tiriku mendapat 30% dari seluruh aset dan
kekayaan bekas suaminya. Namun setelah itu,
ibu tiriku tidak diperbolehkan lagi untuk meminta
jatah lagi kekayaan bekas suaminya setelah
penceraiannya final di pengadilan. Bisa para
pembaca membayangkan seberapa besar
warisan kekayaan ibu tiriku.
Bagaimana dengan keluarga asliku? Ayah
bercerai dengan ibu kandungku saat aku masih
berumur 7 atau 8 tahun. Masalah dari penceraian
tersebut, aku masih kurang tahu sampai
sekarang ini. Ayah lebih memilih untuk tidak
menceritakan masalah tersebut, dan aku pun
tidak pernah lagi bertanya kepadanya. Aku
mengerti perasaan ayah, karena saat itu
kehidupan ekonomi keluarga masih sangat sulit
dan ayah pada saat itu hanya seorang pegawai
toko di daerah Mangga Besar.
Meskipun hanya pegawai toko biasa, ayah
memiliki bakat dan hobi mekanik yang
berhubungan dengan mesin motor. Pendidikan
ayah hanya sampai pada tamatan SD, dan dia
mendapat ilmu montirnya dari kakek yang dulu
sempat bekerja di bengkel reparasi mobil. Ayah
selalu memiliki cita-cita untuk membuka bengkel
sendiri.
Setelah bercerai dengan ibu kandungku, aku dan
ayah sering berpindah-pindah rumah kontrak.
Ekonomi ayah juga tidak juga membaik. Sering
istilah kehidupan kami bak ‘gali lubang tutup
lubang’. Setiap tahun gaji ayah naik hanya sedikit
saja, dan kebutuhan ekonomi selalu meningkat.
Namun ayah tidak pernah menyerah untuk
berusaha lebih demi menyekolahkan aku.
Untungnya aku tergolong anak yang suka
sekolah dan belajar, oleh karenanya ayah tidak
pernah mengenal lelah mencari uang tambahan
agar aku menjadi orang yang berilmu dan
mencapai karir indah di masa depanku.
Cita-cita ayah membuka bengkel reparasi mobil
sendiri bermula dari keisengannya melamar
kerja di bengkel mobil dekat rumah kontrakan
kami. Ayah kerja di toko hanya selama 6 hari
seminggu bergantian, tapi ayah menetapkan
untuk mengambil hari Sabtu libur agar dia bisa
bekerja di bengkel mobil tersebut. Karena bakat
dan cinta ayah terhadap mesin mobil dan motor,
ayah menjadi tukang favorit di bengkel tersebut.
Perlahan-lahan ayah mengurangi hari kerja ayah
sebagai pegawai toko menjadi 5 hari seminggu,
kemudian 4 hari seminggu, dan terakhir 3 hari
seminggu. Sampai pada akhirnya bengkel
menarik banyak pelanggan tetap, dan ayah
diminta untuk bekerja sebagai pegawai tetap di
bengkel itu. Gaji ayah naik 3 kali lipat dari gaji
sebagai pegawai toko plus bonus dan tip-tip dari
pelanggan. Lebih bagusnya lagi ayah hanya
bekerja 5 hari saja dari hari Senin sampai Jumat.
Ayah sengaja tidak memilih hari Sabtu dan
Minggu demi menghabiskan waktu berdua
denganku. Setiap hari Sabtu ayah suka
menjemputku sepulang sekolah, maklum
biasanya sekolahku hanya masuk 1/2 hari di hari
Sabtu dan kami berdua suka jajan di luar
sebelum pulang ke rumah.
Sejak bekerja di bengkel itu, aku menjadi dekat
dengan ayah. Dengan kondisi ekonomi yang
semakin membaik dari hari ke hari, kini ayah
mampu untuk membeli rumah sendiri meskipun
tidak besar. Malaikat keberuntungan sedang
berada disamping ayah. Ayah orang yang baik,
tekun dan jujur, maka dari itu ayah diberi banyak
rejeki dari yang di atas. Bengkel itu menjadi
tumbuh pesat pula berkat kedatangan ayah.
Demi menjaga hubungan baik antara ayah
dengan bos bengkel itu, ayah diberi komisi 15%
dari setiap pembayaran service/reparasi mobil/
motor yang dia urus plus bonus tahunan dan
belum lagi tip-tip dari pelanggan.
Nama bengkel menjadi terkenal karena
rekomendasi dari mulut ke mulut, sampai pada
suatu hari ibu tiriku ini menjadi pelanggan tetap
bengkel itu. Ibu tiriku mendengar nama bengkel
dan nama ayahku dari teman dekatnya. Saat itu
ibu tiriku memiliki 3 buah mobil. Seingatku waktu
itu ada BMW, Mercedes, dan mobil kijang. Ibu
tiriku sering mengunjungi bengkel ayah dengan
alasan untuk check up antara mobil BMW-nya
atau Mercedes-nya. Mobil kijangnya hanya
datang dengan supir.
Sebut saja nama ibu tiriku adalah Tina (nama
singkatan). Saat itu aku memanggilnya tante
Tina. Umur tante Tina 4 tahun lebih muda dari
ayah. Kerutinan tante Tina ke bengkel menjadi
awal dari romansa antara dia dan ayah. Ayah
sering kencan berdua dengan tante Tina, dan
terkadang mereka mengajakku pergi bersama-
sama pula. Terus terang sejak bersama tante
Tina, wajah ayah lebih tampak berseri-seri dan
lebih segar. Mungkin saat itu dia menemukan
cinta keduanya setelah bertahun-tahun berpisah
dengan ibu kandungku. Melihat perubahaan
positif ayah, aku pun menjadi ikut senang. Aku
juga senang bila tante Tina datang berkunjung,
karena dia sering membawa oleh-oleh berupa
makanan atau minuman yang belum pernah aku
liat sebelumnya. Belakangan aku baru tau bahwa
bingkisan itu adalah pemberian dari kolega
bisnisnya. Salah satu rumah Tante Tina berada di
daerah Jakarta Selatan, dan tentu banyak orang
tau bahwa kawasan ini adalah kawasan elit.
Setelah bercerai, tante Tina membuka beberapa
bisnis elit di sana seperti salon/spa kecantikan,
dan butik. Para pelanggannya juga dari kalangan
kaliber atas seperti pejabat dan artis. Dia
menyewa beberapa prajurit terpecaya untuk
menjalankan usaha-usaha bisnisnya.
Dalam singkat cerita, ayah dan tante Tina
akhirnya memutuskan untuk menikah. Setelah
menikah aku disuruh memanggilnya ‘mama’.
Perlu waktu beberapa minggu untuk
memanggilnya ‘mama’, tapi lama-lama aku
menjadi biasa untuk memanggilnya ‘mama’.
- - - - - - - - -
Untuk lebih singkatnya dalam cerita ini, aku akan
menyebut ‘ibu tiriku’ sebagai ‘ibu’.
- - - - - - - - -
Sejak setelah menikah, ibu tinggal di rumah kecil
kami beberapa bulan sambil menunggu
bangunan rumah baru mereka selesai. Lagi-lagi,
rumah baru mereka tidak jauh dari bengkel
ayah. Ayah menolak tinggal di rumah tante Tina
karena alasan pribadi ayah. Setelah banyak
process yang dilakukan antara ayah dan ibu,
akhirnya bengkel tempat ayah bekerja, kini
menjadi milik ayah dan ibu sepenuhnya. Ayah
pernah memohon kepada ibu agar dia ingin
tetap dapat bekerja di bengkel, dan terang saja
bengkel itu langsung ibu putuskan untuk dibeli
saja. Maklum ibu adalah ‘business-minded
person’. Aku semakin sayang dengan ibu,
karena pada akhirnya cita-cita ayah untuk
memiliki bengkel sendiri terkabulkan. Kini bengkel
ayah makin besar setelah ibu ikut berperan besar
di sana. Banyak renovasi yang mereka lakukan
yang membuat bengkel ayah tampak lebih
menarik. Pelanggan ayah makin bertambah, dan
kali ini banyak dari kalangan orang-orang kaya.
Ayah tidak memecat pegawai-pegawai lama di
sana, malah menaikkan gaji mereka dan
memperlakukan mereka seperti saat dia
diperlakukan oleh pemilik bengkel yang lama.
Kehidupan dan gaya hidupku & ayah benar-
benar berubah 180 derajat. Kini ayah sering
melancong ke luar negeri bersama ibu, dan aku
sering ditinggal di rumah sendiri dengan
pembantu. Alasan aku ditinggal mereka karena
aku masih harus sekolah.
Ibu sering mengundang teman-teman lamanya
bermain di rumah. Salah satu temannya
bernama tante Ani. Tante Ani saat itu hanya 15
tahun lebih tua dariku. Semestinya dia pantas
aku panggil kakak daripada tante, karena
wajahnya yang masih terlihat seperti orang
berumur 20 tahunan. Tanti Ani adalah pelanggan
tetap salon kecantikan ibu, dan kemudian
menjadi teman baik ibu. Wajah tante Ani
tergolong cantik dengan kulitnya yang putih
bersih. Dadanya tidak begitu besar, tapi
pinggulnya indah bukan main. Maklum anak
orang kaya yang suka tandang ke salon
kecantikan. Tante Ani sering main ke rumah dan
kadang kala ngobrol atau gossip dengan ibu
berjam-jam. Tidak jarang tante Ani keluar
bersama kami sekeluarga untuk nonton bioskop,
window shopping atau ngafe di mall.
Aku pernah sempat bertanya tentang kehidupan
pribadi tante Ani. Ibu bercerita bahwa tante Ani
itu bukanlah janda cerai atau janda apalah. Tapi
tante Ani sempat ingin menikah, tapi ternyata
pihak dari laki-laki memutuskan untuk
mengakhiri pernikahan itu. Alasan-nya tidak
dijelaskan oleh ibu, karena mungkin aku masih
terlalu muda untuk mengerti hal-hal seperti ini.
Pada suatu hari ayah dan ibu lagi-lagi cabut dari
rumah. Tapi kali ini mereka tidak ke luar negeri,
tapi hanya melancong ke kota Bandung saja
selama akhir pekan. Lagi-lagi hanya aku dan
pembantu saja yang tinggal di rumah. Saat itu
aku ingin sekali kabur dari rumah, dan menginap
di rumah teman. Tiba-tiba bel rumah berbunyi
dan waktu itu masih jam 5:30 sore di hari Sabtu.
Ayah dan ibu baru 1/2 jam yang lalu berangkat
ke Bandung. Aku pikir mereka kembali ke rumah
mengambil barang yang ketinggalan.
Sewaktu pintu rumah dibuka oleh pembantu,
suara tante Ani menyapanya. Aku hanya duduk
bermalas-malasan di sofa ruang tamu sambil
nonton acara TV. Tiba-tiba aku disapanya.
“Bernas kok ngga ikut papa mama ke Bandung?”
tanya tante Ani.
“Kalo ke Bandung sih Bernas malas, tante. Kalo
ke Singapore Bernas mau ikut.” jawabku santai.
“Yah kapan-kapan aja ikut tante ke Singapore.
Tante ada apartment di sana” tungkas tante Ani.
Aku pun hanya menjawab apa adanya “Ok deh.
Ntar kita pigi rame-rame aja. Tante ada perlu apa
dengan mama? Nyusul aja ke Bandung kalo
penting.”.
“Kagak ada sih. Tante cuman pengen ajak
mamamu makan aja. Yah sekarang tante
bakalan makan sendirian nih. Bernas mau ngga
temenin tante?”.
“Emang tante mau makan di mana?”
“Tante sih mikir Pizza Hut.”
“Males ah ogut kalo Pizza Hut.”
“Trus Bernas maunya pengen makan apa?”
“Makan di Muara Karang aja tante. Di sono kan
banyak pilihan, ntar kita pilih aja yang kita mau.”
“Oke deh. Mau cabut jam berapa?”
“Entaran aja tante. Bernas masih belon laper. Jam
7 aja berangkat. Tante duduk aja dulu.”
Kami berdua nonton bersebelahan di sofa yang
empuk. Sore itu tante Ani mengenakan baju
yang lumayan sexy. Dia memakai rok ketat
sampai 10 cm di atas lutut, dan atasannya
memakai baju berwarna orange muda tanpa
lengan dengan bagian dada atas terbuka (kira-
kira antara 12 sampai 15cm kebawah dari
pangkal lehernya). Kaki tante Ani putih mulus,
tanpa ada bulu kaki 1 helai pun. Mungkin karena
dia rajin bersalon ria di salon ibu, paling tidak
seminggu 2 kali. Bagian dada atasnya juga putih
mulus. Kami nonton TV dengan acara/channel
seadanya saja sambil menunggu sampai jam 7
malam. Kami juga kadang-kadang ngobrol
santai, kebanyakan tante Ani suka bertanya
tentang kehidupan sekolahku sampai
menanyakan tentang kehidupan cintaku di
sekolah. Aku mengatakan kepada tante Ani
bahwa aku saat itu masih belum mau terikat
dengan masalah percintaan jaman SMA. Kalo
naksir sih ada, cuma aku tidak sampai
mengganggap terlalu serius.
Semakin lama kami berbincang-bincang, tubuh
tante Ani semakin mendekat ke arahku. Bau
parfum Chanel yg dia pakai mulai tercium jelas di
hidungku. Tapi aku tidak mempunyai pikiran
apa-apa saat itu.
Tiba-tiba tante Ani berkata, “Bernas, kamu suka
dikitik-kitik ngga kupingnya?”.
“Huh? Mana enak?” tanyaku.
“Mau tante kitik kuping Bernas?” tante Ani
menawarkan/
“Hmmm…boleh aja. Mau pake cuttonbud?”
tanyaku sekali lagi.
“Ga usah, pake bulu kemucing itu aja” tundas
tante Ani.
“Idih jorok nih tante. Itu kan kotor. Abis buat
bersih-bersih ama mbak.” jawabku spontan.
“Alahh sok bersihan kamu Bernas. Kan cuman
ambil 1 helai bulunya aja. Lagian kamu masih
belum mandi kan? Jorok mana hayo!” tangkas
tante Ani.
“Percaya tante deh, kamu pasti demen. Sini
baring kepalanya di paha tante.” lanjutnya.
Seperti sapi dicucuk hidungnya, aku menurut
saja dengan tingkah polah tante Ani. Ternyata
memang benar adanya, telinga ‘dikitik-kitik’
dengan bulu kemucing benar-benar enak tiada
tara. Baru kali itu aku merasakan enaknya, serasa
nyaman dan pengen tidur aja jadinya. Dan
memang benar, aku jadi tertidur sampe sampai
jam sudah menunjukkan pukul 7 lewat. Suara
lembut membisikkan telingaku.
“Bernas, bangun yuk. Tante dah laper nih.” kata
tante.
“Erghhhmmm … jam berapa sekarang tante.”
tanyaku dengan mata yang masih setengah
terbuka.
“Udah jam 7 lewat Bernas. Ayo bangun, tante
dah laper. Kamu dari tadi asyik tidur tinggalin
tante. Kalo dah enak jadi lupa orang kamu yah.”
kata tante sambil mengelus lembut rambutku.
“Masih ngantuk nih tante … makan di rumah aja
yah? Suruh mbak masak atau beli mie ayam di
dekat sini.”
“Ahhh ogah, tante pengen jalan-jalan juga kok.
Bosen dari tadi bengong di sini.”
“Oke oke, kasih Bernas lima menit lagi deh
tante.” mintaku.
“Kagak boleh. Tante dah laper banget, mau
pingsan dah.”
Sambil malas-malasan aku bangun dari sofa.
Kulihat tante Ani sedang membenarkan posisi
roknya kembali. Alamak gaya tidurku kok jelek
sekali sih sampe-sampe rok tante Ani tersingkap
tinggi banget. Berarti dari tadi aku tertidur di atas
paha mulus tante Ani, begitulah aku berpikir. Ada
rasa senang juga di dalam hati.
Setelah mencuci muka, ganti pakaian, kita berdua
berpamitan kepada pembantu rumah kalau kita
akan makan keluar. Aku berpesan kepada
pembantu agar jangan menunggu aku pulang,
karena aku yakin kita pasti bakal lama. Jadi aku
membawa kunci rumah, untuk berjaga-jaga
apabila pembantu rumah sudah tertidur.
“Nih kamu yang setir mobil tante dong.”
“Ogah ah, Bernas cuman mau setir Baby Benz
tante. Kalo yang ini males ah.” candaku. Waktu
itu tante Ani membawa sedan Honda, bukan
Mercedes-nya.
“Belagu banget kamu. Kalo ngga mau setir ini,
bawa itu Benz-nya mama.” balas tante Ani.
“No way … bisa digantung ogut ama papa
mama.” jawabku.
“Iya udah kalo gitu setir ini dong.” jawab tante
Ani sambil tertawa kemenangan.
Mobil melaju menyusuri jalan-jalan kota Jakarta.
Tante Ani seperti bebek saja, ngga pernah stop
ngomong and gossipin teman-temannya. Aku
jenuh banget yang mendengar. Dari yang cerita
pacar teman-temannya lah, sampe ke mantan
tunangannya. Sesampai di daerah Muara Karang,
aku memutuskan untuk makan bakmi bebeknya
yang tersohor di sana. Untung tante Ani tidak
protes dengan pilihan saya, mungkin karena
sudah terlalu lapar dia.
Setelah makan, kita mampir ke tempat main
bowling. Abis main bowling tante Ani
mengajakku mampir ke rumahnya. Tante Ani
tinggal sendiri di apartemen di kawasan Taman
Anggrek. Dia memutuskan untuk tinggal sendiri
karena alasan pribadi juga. Ayah dan ibu tante
Ani sendiri tinggal di Bogor. Saat itu aku tidak tau
apa pekerjaan sehari-hari tante Ani, yang tante
Ani tidak pernah merasa kekurangan materi.
Apartemen tante Ani lumayan bagus dengan tata
interior yang classic. Di sana tidak ada siapa-
siapa yang tinggal di sana selain tante Ani. Jadi
aku bisa maklum apabila tante Ani sering keluar
rumah. Pasti jenuh apabila tinggal sendiri di
apartemen.
“Anggap rumah sendiri Bernas. Jangan malu-
malu. Kalau mau minum ambil aja sendiri yah.”
“Kalo begitu, Bernas mau yang ini.” sambil
menunjuk botol Hennessy V.S.O.P yang masih
disegel.
“Kagak boleh, masih dibawah umur kamu.”
cegah tante Ani.
“Tapi Bernas dah umur 17 tahun. Mestinya ngga
masalah” jawabku dengan bermaksud membela
diri.
“Kalo kamu memaksa yah udah. Tapi jangan
buka yang baru, tante punya yang sudah dibuka
botolnya.”.
Tiba-tiba suara tante Ani menghilang dibalik
master bedroomnya. Aku menganalisa ruangan
sekitarnya. Banyak lukisan-lukisan dari dalam
dan luar negeri terpampang di dinding. Lukisan
dalam negerinya banyak yang bergambarkan
wajah-wajah cantik gadis-gadis Bali. Lukisan
yang berbobot tinggi, dan aku yakin pasti bukan
barang yang murahan.
“Itu tante beli dari seniman lokal waktu tante ke
Bali tahun lalu” kata tante Ani memecahkan
suasana hening sebelumnya.
“Bagus tante. High taste banget. Pasti mahal
yah?!” jawabku kagum.
“Ngga juga sih. Tapi tante tidak pernah menawar
harga dengan seniman itu, karena seni itu mahal.
Kalo tante tidak cocok dengan harga yang dia
tawarkan, tante pergi saja.”
Aku masih menyibukkan diri mengamati lukisan-
lukisan yang ada, dan tante Ani tidak bosan
menjelaskan arti dari lukisan-lukisan tersebut.
Tante Ani ternyata memiliki kecintaan tinggi
terhadap seni lukis.
“Ok deh. Kalo begitu Bernas mau pamit pulang
dulu tante. Dah hampir jam 11 malam. Tante
istirahat aja dulu yah.” kataku.
“Ehmmm … tinggal dulu aja di sini. Tante juga
masih belum ngantuk. Temenin tante bentar
yah.” mintanya sedikit memohon.
Aku juga merasa kasihan dengan keadaan tante
Ani yang tinggal sendiri di apartemen itu. Jadi
aku memutuskan untuk tinggal 1 atau 2 jam lagi,
sampai nanti tante Ani sudah ingin tidur.
“Kita main UNO yuk?!” ajak tante Ani.
“Apa itu UNO?!” tanyaku penasaran.
“Walah kamu ngga pernah main UNO yah?”
tanya tante Ani. Aku hanya menggeleng-
gelengkan kepala.
“Wah kamu kampung boy banget sih.” canda
tante Ani. Aku hanya memasang tampak
cemburut canda.
Tante Ani masuk ke kamarnya lagi untuk
membawa kartu UNO, dan kemudian masuk ke
dapur untuk mempersiapkan hidangan bersama
minuman. Tante Ani membawa kacang mente
asin, segelas wine merah, dan 1 gelas Hennessy
V.S.O.P on rock (pake es batu). Setelah
mengajari aku cara bermain UNO, kamipun
mulai bermain-main santai sambil makan kacang
mente. Hennesy yang aku teguk benar-benar
keras, dan baru 2 atau 3 teguk badanku terasa
panas sekali. Aku biasanya hanya dikasih 1 sisip
saja oleh ayah, tapi ini skrg aku minum
sendirian.
Kepalaku terasa berat, dan mukaku panas.
Melihat kejadian ini, tante Ani menjadi tertawa,
dan mengatakan bahwa aku bukan bakat
peminum. Terang aja, ini baru pertama kalinya
aku minum 1 gelas Hennessy sendirian.
“Tante, anterin Bernas pulang yah. Kepala ogut
rada berat.”
“Kalo gitu stop minum dulu, biar ngga tambah
pusing.” jawab tante Ani.
Aku merasa tante Ani berusaha mencegahku
untuk pulang ke rumah. Tapi lagi-lagi, aku seperti
sapi dicucuk hidung-nya, apa yang tante Ani
minta, aku selalu menyetujuinya. Melihat
tingkahku yang suka menurut, tante Ani mulai
terlihat lebih berani lagi. Dia mengajakku main
kartu biasa saja, karena bermain UNO kurang
seru kalau hanya berdua. Paling tepat untuk
bermain UNO itu berempat.
Tapi permainan kartu ini menjadi lebih seru lagi.
Tante mengajak bermain blackjack, siapa yang
kalah harus menuruti permintaan pemenang.
Tapi kemudian tante Ani ralat menjadi ‘Truth &
Dare’ game. Permainan kami menjadi seru dan
terus terang aja tante Ani sangat menikmati
permainan ‘Truth & Dare’, dan dia sportif apabila
dia kalah. Pertama-tama bila aku menang dia
selalu meminta hukuman dengan ‘Truth’
punishment, lama-lama aku menjadi semakin
berani menanyakan yang bukan-bukan.
Sebaliknya dengan tante Ani, dia lebih suka
memaksa aku untuk memilih ‘Dare’ agar dia bisa
lebih leluasa mengerjaiku. Dari yang disuruh
pushup 1 tangan, menari balerina, menelan es
batu seukuran bakso, dan lain-lain. Mungkin juga
tidak ada pointnya buat tante Ani menanyakan
the ‘Truth’ tentang diriku, karena kehidupanku
terlihat lurus-lurus saja menurutnya.
Ini adalah juga kesempatan untuk menggali the
‘Truth’ tentang kehidupan pribadinya. Aku pun
juga heran kenapa aku menjadi tertarik untuk
mencari tahu kehidupannya yang sangat pribadi.
Mula-mula aku bertanya tentang mantan
tunangannya, kenapa sampai batal
pernikahannya. Sampai pertanyaan yang
menjurus ke seks seperti misalnya kapan
pertama kali dia kehilangan keperawanan.
Semuanya tanpa ragu-ragu tante Ani jawab
semua pertanyaan-pertanyaan pribadi yang aku
lontarkan.
Kini permainan kami semakin wild dan berani.
Tante Ani mengusulkan untuk
mengkombinasikan ‘Truth & Dare’ dengan ‘Strip
Poker’. Aku pun semakin bergairah dan
menyetujui saja usul tante Ani.
“Yee, tante menang lagi. Ayo lepas satu yang
menempel di badan kamu.” kata tante Ani
dengan senyum kemenangan.
“Jangan gembira dulu tante, nanti giliran tante
yang kalah. Jangan nangis loh yah kalo kalah.”
jawabku sambil melepas kaus kakiku.
Selang beberapa lama … “Nahhh, kalah lagi …
kalah lagi … lepas lagi … lepas lagi.”. Tante Ani
kelihatan gembira sekali. Kemudian aku melepas
kalung emas pemberian ibu yang aku kenakan.
“Ha ha ha … two pairs, punya tante one pair. Yes
yes … tante kalah sekarang. Ayo lepas lepas …”
candaku sambil tertawa gembira.
“Jangan gembira dulu. Tante lepas anting tante.”
jawab tante sambil melepas anting-anting yang
dikenakannya.
Aku makin bernapsu untuk bermain. Mungkin
bernapsu untuk melihat tante Ani bugil juga. Aku
pengen sekali menang terus.
“Full house … yeahhh … kalah lagi tante. Ayo
lepas … ayo lepas …”. Aku kini menari-nari
gembira.
Terlihat tante Ani melepas jepit rambut
merahnya, dan aku segera saja protes “Loh,
curang kok lepas yang itu?”.
“Loh, kan peraturannya lepas semuanya yang
menempel di tubuh. Jepit tante kan nempel di
rambut dan rambut tante melekat di kepala. Jadi
masih dianggap menempel dong.” jawabnya
membela.
Aku rada gondok mendengar pembelaan tante
Ani. Tapi itu menjadikan darahku bergejolak lebih
deras lagi.
“Straight … Bernas … One Pair … Yes tante
menang. Ayo lepas! Jangan malu-malu!” seru
tante Ani girang. Aku pun segera melepas jaket
aku yang kenakan. Untung aku selalu memakai
jaket tipis biar keluar malam. Lihatlah
pembalasanku, kataku dalam hati.
“Bernas Three kind … tante … one pair … ahhh …
lagi-lagi tante kalah” sindirku sambil tersenyum.
Dan tanpa diberi aba-aba dan tanpa malu-malu,
tante melepas baju atasannya. Aku serentak
menelan ludah, karena baju atasan tante telah
terlepas dan kini yang terlihat hanya BH putih
tante. Belahan payudara-nya terlihat jelas, putih
bersih. Bernas junior dengan serentak langsung
menegang, dan kedua mataku terpaku di daerah
belahan dadanya.
“Hey, lihat kartu dong. Jangan liat di sini.” canda
tante sambil menunjuk belahan dadanya. Aku
kaget sambil tersenyum malu.
“Yes Full House, kali ini tante menang. Ayo buka
… buka”. Tampak tante Ani girang banget bisa
dia menang. Kali ini aku lepas atasanku, dan kini
aku terlanjang dada.
“Ck ck ck … pemain basket nih. Badan kekar dan
hebat. Coba buktikan kalo hokinya juga hebat.”
sindir tante Ani sambil tersenyum.
Setelah menegak habis wine yang ada di
gelasnya, tante Ani kemudian beranjak dari
tempat duduknya menuju ke dapur dengan
keadaan dada setengah terlanjang. Tak lama
kemudian tante Ani membawa sebotol wine
merah yang masih 3/4 penuh dan sebotol
V.S.O.P yang masih 1/2 penuh.
“Mari kita bergembira malam ini. Minum sepuas-
puasnya.” ucap tante Ani.
Kami saling ber-tos ria dan kemudian
melanjutkan kembali permainan strip poker
kami.
“Yesss … ” seruku dengan girangnya pertanda
aku menang lagi.
Tanpa disuruh, tante Ani melepas rok mininya
dan aduhaiii, kali ini tante Ani hanya terliat
mengenakan BH dan celana dalam saja. Malam
itu dia mengenakan celana dalam yang kecil imut
berwarna pink cerah. Tidak tampak ada bulu-
bulu pubis disekitar selangkangannya. Aku
sempat berpikir apakah tante Ani mencukur
semua bulu-bulu pubisnya.
Muka tante Ani sedikit memerah. Kulihat tante
Ani sudah menegak abis gelas winenya yang
kedua. Apakah dia berniat untuk mabuk malam
ini? Aku kurang sedikit perduli dengan hal itu.
Aku hanya bernafsu untuk memenangkan
permainan strip poker ini, agar aku bisa melihat
tubuh terlanjang tante Ani.
“Yes, yes, yes …” senyum kemenangan terlukis
indah di wajahku.
Tante Ani kemudian memandangkan wajahku
selang beberapa saat, dan berkata dengan nada
genitnya “Sekarang Bernas tahan napas yah.
Jangan sampai seperti kesetrum listrik loh”. Kali
ini tante Ani melepaskan BH-nya dan serentak
jatungku ingin copot. Benar apa kata tante Ani,
aku seperti terkena setrum listrik bertegangan
tinggi. Dadaku sesak, sulit bernapas, dan
jantungku berdegup kencang. Inilah pertama kali
aku melihat payudara wanita dewasa secara jelas
di depan mata. Payudara tante Ani sungguh
indah dengan putingnya yang berwarna coklat
muda menantang.
“Aih Bernas, ngapain liat susu tante terus. Tante
masih belum kalah total. Mau lanjut ngga?” tanya
tante Ani. Aku hanya bisa menganggukkan
kepala pertanda ‘iya’.
“Pertama kali liat susu cewek yah? Ketahuan nih.
Dasar genit kamu.” tambah tante Ani lagi. Aku
sekali lagi hanya bisa mengangguk malu.
Aku menjadi tidak berkonsentrasi bermain,
mataku sering kali melirik kedua payudaranya
dan selangkangannya. Aku penasaran sekali ada
apa dibalik celana dalam pinknya itu. Tempat di
mana menurut teman-teman sekolah adalah
surga dunia para lelaki. Aku ingin sekali melihat
bentuknya dan kalo bisa memegang atau
meraba-raba.
Akibat tidak berkonsentrasi main, kali ini aku
yang kalah, dan tante Ani meminta aku melepas
celana yang aku kenakan. Kini aku terlanjang
dada dengan hanya mengenakan celana dalam
saja. Tante Ani hanya tersenyum-senyum saja
sambil menegak wine-nya lagi. Aku sengaja
menolak tawaran tante Ani untuk menegak
V.S.O.P-nya, dengan alasan takut pusing lagi.
Karena kami berdua hanya tinggal 1 helai saja di
tubuh kami, permainan kali ini ada finalnya.
Babak penentuan apakah tante Ani akan melihat
aku terlanjang bulat atau sebaliknya. Aku
berharap malam itu malaikat keberuntungan
berpihak kepadaku.
Ternyata harapanku sirna, karena ternyata
malaikat keberuntungan berpihak kepada tante
Ani. Aku kecewa sekali, dan wajah
kekecewaanku terbaca jelas oleh tante Ani.
Sewaktu aku akan melepas celana dalamku
dengan malu-malu, tiba-tiba tante Ani
mencegahnya.
“Tunggu Bernas. Tante ngga mau celana dalam
mu dulu. Tante mau Dare Bernas dulu. Ngga
seru kalo game-nya cepat habis kayak begini”
kata tante Ani.
Setelah meneguk wine-nya lagi, tante Ani
terdiam sejenak kemudian tersenyum genit.
Senyum genitnya ini lebih menantang daripada
yang sebelum-sebelumnya.
“Tante dare Bernas untuk … hmmm … cium
bibir tante sekarang.” tantang tante Ani.
“Ahh, yang bener tante?” tanyaku.
“Iya bener, kenapa ngga mau? Jijik ama tante?”
tanya tante Ani.
“Bukan karena itu. Tapi … Bernas belum pernah
soalnya.” jawabku malu-malu.
“Iya udah, kalo gitu cium tante dong. Sekalian
pelajaran pertama buat Bernas.” kata tante Ani.
Tanpa berpikir ulang, aku mulai mendekatkan
wajahku ke wajah tante Ani. Tante Ani kemudian
memejamkan matanya. Pertamanya aku hanya
menempelkan bibirku ke bibir tante Ani. Tante
Ani diam sebentar, tak lama kemudian bibirnya
mulai melumat-lumat bibirku perlahan-lahan.
Aku mulai merasakan bibirku mulai basah oleh
air liur tante Ani. Bau wine merah sempat
tercium di hidungku.
Aku pun tidak mau kalah, aku berusaha
menandinginya dengan membalas lumatan bibir
tante Ani. Maklum ini baru pertama, jadi aku
terkesan seperti anak kecil yang sedang
melumat-lumat ice cream. Selang beberapa saat,
aku kaget dengan tingkah baru tante Ani. Tante
Ani dengan serentak menjulurkan lidahnya
masuk ke dalam mulutku. Anehnya aku tidak
merasa jijik sama sekali, malah senang
dibuatnya. Aku temukan lidahku dengan lidah
tante Ani, dan kini lidah kami kemudian saling
berperang di dalam mulutku dan terkadang pula
di dalam mulut tante Ani.
Kami saling berciuman bibir dan lidah kurang
lebih 5 menit lamanya. Nafasku sudah tak
karuan, dah kupingku panas dibuatnya. Tante
Ani seakan-akan menikmati betul ciuman ini.
Nafas tante Ani pun masih teratur, tidak ada
tanda sedikitpun kalau dia tersangsang.
“Sudah cukup dulu. Ayo kita sambung lagi
pokernya” ajak tante Ani.
Aku pun mulai mengocok kartunya, dan
pikiranku masih terbayang saat kita berciuman.
Aku ingin sekali lagi mencium bibir lembutnya.
Kali ini aku menang, dan terang saja aku
meminta jatah sekali lagi berciuman dengannya.
Tante Ani menurut saja dengan permintaanku
ini, dan kami pun saling berciuman lagi. Tapi kali
ini hanya sekitar 2 atau 3 menit saja.
“Udah ah, jangan ciuman terus dong. Ntar
Bernas bosan ama tante.” candanya.
“Masih belon bosan tante. Ternyata asyik juga
yah ciuman.” jawabku.
“Kalo ciuman terus kurang asyik, kalo mau sih
…” seru tante Ani kemudian terputus. Kalimat
tante Ani ini masih menggantung bagiku,
seakan-akan dia ingin mengatakan sesuatu yang
menurutku sangat penting. Aku terbayang-
bayang untuk bermain ‘gila’ dengan tante Ani
malam itu.
Aku semakin berani dan menjadi sedikit tidak tau
diri. Aku punya perasaan kalo tante Ani sengaja
untuk mengalah dalam bermain poker malam
itu. Terang aja aku menang lagi kali ini. Aku
sudah terburu oleh napsuku sendiri, dan aku
sangat memanfaatkan situasi yang sedang
berlangsung.
“Bernas menang lagi tuh. Jangan minta ciuman
lagi yah. Yang lain dong …” sambut tante Ani
sambil menggoda.
“Hmm … apa yah.” pikirku sejenak.
“Gini aja, Bernas pengen emut-emut susu tante
Ani.” jawabku tidak tau malu.
Ternyata wajah tante Ani tidak tampak kaget atau
marah, malah balik tersenyum kepadaku sambil
berkata “Sudah tante tebak apa yang ada di
dalam pikiran kamu, Bernas.”.
“Boleh kan tante?!” tanyaku penasaran. Tante Ani
hanya mengangguk pertanda setuju.
Kemudian aku dekatkan wajahku ke payudara
sebelah kanan tante Ani. Bau parfum harum
yang menempel di tubuhnya tercium jelas di
hidungku. Tanpa ragu-ragu aku mulai
mengulum puting susu tante Ani dengan
lembut. Kedua telapak tanganku berpijak mantap
di atas karpet ruang tamu tante Ani, memberikan
fondasi kuat agar wajahku tetap bebas
menelusuri payudara tante Ani. AKu kulum
bergantian puting kanan dan puting kiri-nya.
Kuluman yang tante Ani dapatkan dariku
memberikan sensasi terhadap tubuh tante Ani.
Dia tampak menikmati setiap hisapan-hisapan
dan jilatan-jilatan di puting susu-nya. Nafas tante
Ani perlahan-lahan semakin memburu, dan
terdengar desahan dari mulutnya. Kini aku bisa
memastikan bahwa tante Ani saat ini sedang
terangsang atau istilah modern-nya ‘horny’.
“Bernasss … kamu nakal banget sih! … haahhh …
Tante kamu apain?” bisik tante Ani dengan nada
terputus-putus. Aku tidak mengubris kata-kata
tante Ani, tapi malah semakin bersemangat
memainkan kedua puting susunya. Tante Ani
tidak memberikan perlawanan sedikitpun, malah
seolah-olah seperti memberikan lampu hijau
kepadaku untuk melakukan hal-hal yang tidak
senonoh terhadap dirinya.
Aku mencoba mendorong tubuh tante Ani
perlahan-lahan agar dia terbaring di atas karpet.
Ternyata tante Ani tidak menahan/menolak,
bahkan tante Ani hanya pasrah saja. Setelah
tubuhnya terbaring di atas karpet, aku
menghentikan serangan gerilyaku terhadap
payudara tante Ani. Aku perlahan-lahan
menciumi leher tante Ani, dan oh my, wangi
betul leher tante Ani. Tante Ani memejamkan
kedua matanya, dan tidak berhenti-hentinya
mendesah. Aku jilat lembut kedua telinganya,
memberikan sensasi dan getaran yang berbeda
terhadap tubuhnya. Aku tidak mengerti
mengapa malam itu aku seakan-akan tau apa
yang harus aku lakukan, padahal ini baru
pertama kali seumur hidupku menghadapi
suasana seperti ini.
Kemudian aku melandaskan kembali bibirku di
atas bibir tante Ani, dan kami kembali berciuman
mesra sambil berperang lidah di dalam mulutku
dan terkadang di dalam mulut tante Ani.
Tanganku tidak tinggal diam. Telapak tangan
kiriku menjadi bantal untuk kepala belakang tante
Ani, sedangkan tangan kananku meremas-
remas payudara kiri tante Ani.
Tubuh tante Ani seperti cacing kepanasan.
Nafasnya terengah-engah, dan dia tidak
berkonsentrasi lagi berciuman denganku. Tanpa
diberi komando, tante Ani tiba-tiba melepas
celana dalamnya sendiri. Mungkin saking
‘horny’-nya, otak tante Ani memberikan instinct
bawah sadar kepadanya untuk segera melepas
celana dalamnya.
Aku ingin sekali melihat kemaluan tante Ani saat
itu, namun tante Ani tiba-tiba menarik tangan
kananku untuk mendarat di kemaluannya.
“Alamak …”, pikirku kaget. Ternyata kemaluan/
memek tante Ani mulus sekali. Ternyata semua
bulu jembut tante Ani dicukur abis olehnya. Dia
menuntun jari tengahku untuk memainkan
daging mungil yang menonjol di memeknya.
Para pembaca pasti tau nama daging mungil ini
yang aku maksudkan itu. Secara umum daging
mungil itu dinamakan biji etil atau biji etel atau itil
saja. Aku putar-putar itil tante Ani berotasi searah
jarum jam atau berlawanan arah jarum jam. Kini
memek tante Ani mulai basah dan licin.
“Bernasss … kamu yah … aaahhhh … kok berani
ama tante?” tanya tante Ani terengah-engah.
“Kan tante yang suruh tangan Bernas ke sini?”
jawabku.
“Masa sihhh … tante lupa … aahhh Bernasss …
Bernasss … kamu kok nakal?” tanya tante Ani
lagi.
“Nakal tapi tante bakal suka kan?” candaku gemas
dengan tingkah tante Ani.
“Iyaaa … nakalin tante pleasee …” suara tante Ani
mulai serak-serak basah.
Aku tetap memainkan itil tante Ani, dan ini
membuatnya semakin menggeliat hebat. Tak
lama kemudian tante Ani menjerit kencang
seakaan-akan terjadi gempa bumi saja.
Tubuhnya mengejang dan kuku-kuku jarinya
sempat mencakar bahuku. Untung saja tante Ani
bukan tipe wanita yang suka merawat kuku
panjang, jadi cakaran tante Ani tidak sakit buatku.
“Bernasss … tante datangggg uhhh oohhh …”
erang tante Ani. Aku yang masih hijau waktu itu
kurang mengerti apa arti kata ‘datang’ waktu itu.
Yang pasti setelah mengatakan kalimat itu, tubuh
tante Ani lemas dan nafasnya terengah-engah.
Dengan tanpa di beri aba-aba, aku lepas celana
dalamku yang masih saja menempel. Aku sudah
lupa sejak kapan batang penisku tegak. Aku siap
menikmati tubuh tante Ani, tapi sedikit ragu,
karena takut akan ditolak oleh tante Ani. Keragu-
raguanku ini terbaca oleh tante Ani. Dengan
lembutnya tante Ani berkata, “Bernas, kalo
pengen tidurin tante, mendingan cepetan deh,
sebelon gairah tante habis. Tuh liat kontol Bernas
dah tegak kayak besi. Sini tante pegang apa dah
panas.”.
Aku berusaha mengambil posisi diatas tubuh
tante. Gaya bercinta traditional. Perlahan-lahan
kuarahkan batang penisku ke mulut vagina tante
Ani, dan kucoba dorong penisku perlahan-lahan.
Ternyata tidak sulit menembus pintu kenikmatan
milik tante Ani. Selain mungkin karena basahnya
dinding-dinding memek tante Ani yang
memuluskan jalan masuk penisku, juga karena
mungkin sudah beberapa batang penis yang
telah masuk di dalam sana.
“Uhhh … ohhh … Bernasss … ahhh …” desah
tante Ani.
Aku coba mengocok-kocok memek tante Ani
dengan penisku dengan memaju-mundurkan
pinggulku. Tante Ani terlihat semakin ‘horny’,
dan mendesah tak karuan.
“Bernasss … Bernasss … aduhhh Bernasss …
geliiii tante … uhhh … ohhhh …” desah tante Ani.
Di saat aku sedang asyik memacu tubuh tante
Ani, tiba-tiba aku disadarkan oleh permintaan
tante Ani, sehingga aku berhenti sejenak.
“Bernasss … kamu dah mau keluar belum … ”
tanya tante Ani.
“Belon sih tante … mungkin beberapa saat lagi …
” jawabku serius.
“Nanti dikeluarin di luar yah, jangan di dalam.
Tante mungkin lagi subur sekarang, dan tante
lupa suruh kamu pake pengaman. Lagian tante
ngga punya stock pengaman sekarang. Jadi
jangan dikeluarin di dalam yah.” pinta tante Ani.
“Beres tante.” jawabku.
“Ok deh … sekarang jangan diam … goyangin
lagi dong …” canda tante Ani genit.
Tanpa menunda banyak waktu lagi, aku
lanjutkan kembali permainan kami. Aku bisa
merasakan memek tante Ani semakin basah
saja, dan aku pun bisa melihat bercak-bercak
lendir putih di sekitar bulu jembutku.
Aku mulai berkeringat di punggung belakangku.
Muka dan telingaku panas. Tante Ani pun juga
sama. Suara erangan dan desahan-nya makin
terdengar panas saja di telingaku. Aku tidak
menyadari bahwa aku sudah berpacu dengan
tante Ani 20 menit lama-nya. Tanda-tanda akan
adanya sesuatu yang bakalan keluar dari penisku
semakin mendekat saja.
“Bernasss … ampunnn Bernasss … kontolnya
kok kayak besi aja … ngga ada lemasnya dari tadi
… tante geliii banget nihhh …” kata tante Ani.
“Tante … Bernasss dah sampai ujung nih …”
kataku sambil mempercepat goyangan
pinggulku.
Puting tante Ani semakin terlihat mencuat
menantang, dan kedua payudara pun terlihat
mengeras. Aku mendekatkan wajahku ke wajah
tante Ani, dan bibir kami saling berciuman. Aku
julur-julurkan lidahku ke dalam mulutnya, dan
lidah kami saling berperang di dalam. Posisi
bercinta kami tidak berubah sejak tadi. Posisiku
tetap di atas tubuh tante Ani.
Aku percepat kocokan penisku di dalam memek
tante Ani. Tante Ani sudah menjerit-jerit dan
meracau tak karuan saja.
“Bernasss … tante datangggg … uhhh …
ahhhhhh …” jerit tante Ani sambil memeluk erat
tubuhku. Ini pertanda tante Ani telah ‘orgasme’.
Aku pun juga sama, lahar panas dari dalam
penisku sudah siap akan menyembur keluar.
Aku masih ingat pesan tante Ani agar spermaku
dilepas keluar dari memek tante Ani.
“Tante … Bernassss datangggg …” jeritku panik.
Kutarik penisku dari dalam memek tante Ani, dan
penisku memuncratkan spermanya di perut
tante Ani. Saking kencangnya, semburan
spermaku sampai di dada dan leher tante Ani.
“Ahhh … ahhhh … ahhhh …” suara jeritan
kepuasanku.
“Idihhh … kamu kecil-kecil tapi spermanya
banyak bangettt sih …” canda tante Ani. Aku
hanya tersenyum saja. Aku tidak sempat
mengomentari candaan tante Ani.
Setelah semua sperma telah tumpah keluar, aku
merebahkan tubuhku di samping tubuh tante
Ani. Kepalaku masih teriang-iang dan nafasku
masih belum stabil. Mataku melihat ke langit-
langit apartment tante Ani. Aku baru saja
menikmati yang namanya surga dunia.
Tante Ani kemudian memelukku manja dengan
posisi kepalanya di atas dadaku. Bau harum
rambutku tercium oleh hidungku.
“Bernas puas ngga?” tanya tante Ani.
“Bukan puas lagi tante … tapi Bernas seperti baru
saja masuk ke surga” jawabku.
“Emang memek tante surga yah?” canda tante
Ani.
“Boleh dikata demikian.” jawabku percaya diri.
“Kalo tante puas ngga?” tanyaku penasaran.
“Hmmm … coba kamu pikir sendiri aja … yang
pasti memek tante sekarang ini masih
berdenyut-denyut rasanya. Diapain emang ama
Bernas?” tanya tante Ani manja.
“Anuu … Bernas kasih si Bernas Junior … tuh
tante liat jembut Bernas banyak bercak-bercak
lendir. Itu punya dari memek tante tuh. Banjir
keluar tadi.” kataku.
“Idihhh … mana mungkin …” bela tante Ani
sambil mencubit penisku yang sudah mulai
loyo.
“Bernas sering-sering datang ke rumah tante aja.
Nanti kita main poker lagi. Mau kan?” pinta tante
Ani.
“Sippp tante.” jawabku serentak girang.
Malam itu aku nginap di rumah tante Ani.
Keesokan harinya aku langsung pulang ke
rumah. Aku sempat minta jatah 1 kali lagi
dengan tante Ani, namum ajakanku ditolak halus
olehnya karena alasan dia ada janji dengan
teman-temannya.
Sejak saat itu aku menjadi teman seks gelap
tante Ani tanpa sepengetahuan orang lain
terutama ayah dan ibu. Tante Ani senang
bercinta yang bervariasi dan dengan lokasi yang
bervariasi pula selain apartementnya sendiri.
Kadang bermain di mobilnya, di motel kilat yang
hitungan charge-nya per jam, di ruang VIP spa
kecantikan ibuku (ini aku berusaha keras untuk
menyelinap agar tidak diketahui oleh para
pegawai di sana). Tante Ani sangat menyukai
dan menikmati seks. Menurut tante Ani seks
dapat membuatnya merasa enak secara jasmani
dan rohani, belum lagi seks yang teratur
sangatlah baik untuk kesehatan. Dia pernah
menceritakan kepadaku tentang rahasia awet
muda bintang film Hollywood tersohor bernama
Elizabeth Taylor, yah jawabannya hanya singkat
saja yaitu seks dan diet yang teratur.
Tante Ani paling suka ‘bermain’ tanpa kondom.
Tapi dia pun juga tidak ingin memakai sistem pil
sebagai alat kontrasepsi karena dia sempat alergi
saat pertama mencoba minum pil kontrasepsi.
Jadi di saat subur, aku diharuskan memakai
kondom. Di saat setelah selesai masa
menstruasinya, ini adalah saat di mana kondom
boleh dilupakan untuk sementara dulu dan aku
bisa sepuasnya berejakulasi di dalam
memeknya. Apabila di saat subur dan aku/tante
Ani lupa menyetok kondom, kita masih saja
nekat bermain tanpa kondom dengan
berejakulasi di luar (meskipun ini rawan
kehamilannya tinggi juga).
Hubungan gelap ini sempat berjalan hampir 4
tahun lamanya. Aku sempat memiliki perasaan
cinta terhadap tante Ani. Maklum aku masih
tergolong remaja/pemuda yang gampang
terbawa emosi. Namun tante Ani menolaknya
dengan halus karena apabila hubunganku dan
tante Ani bertambah serius, banyak pihak luar
yang akan mencaci-maki atau mengutuk kami.
Tante Ani sempat menjauhkan diri setelah aku
mengatakan cinta padanya sampai aku benar-
benar ‘move on’ dari-nya. Aku lumayan patah
hati waktu itu (hampir 1.5 tahun), tapi aku masih
memiliki akal sehat yang mengontrol perasaan
sakit hatiku. Saat itu pula aku cuti ‘bermain’
dengan tante Ani.
Saat ini aku masih berhubungan baik dengan
tante Ani. Kami kadang-kadang menyempatkan
diri untuk ‘bermain’ 2 minggu sekali atau kadang-
kadang 1 bulan sekali. Tergantung dari mood
kami masing-masing. Tante Ani sampai
sekarang masih single. Aku untuk sementara ini
juga masih single. Aku putus dengan pacarku
sekitar 6 bulan yang lalu. Sejak putus dengan
pacarku, tante Ani sempat menjadi pelarianku,
terutama pelarian seks. Sebenarnya ini tidak
benar dan kasihan tante Ani, namun tante Ani
seperti mengerti tingkah laku lelaki yang sedang
patah hati pasti akan mencari seorang pelarian.
Jadi tante Ani tidak pernah merasa bahwa dia
adalah pelarianku, tapi sebagai seorang teman
yang ingin membantu meringkankan beban
perasaan temannya.

Thursday, August 20, 2015

Cerita Dewasa: Ngentot Tante

Cerita yang gue buat ini bener2 true story...Darimana gue dapetnya..??Kebanyakan sih aku alamin sendiri atau yah sekedar berbagi pengalaman ama temen..jujur gue sendiri juga ga nyangka kalo ini bakal terjadi ama gue...


tante titin..menurut gue sih orang nya biasa,ga cantik..malahan face nya agak kelaki-lakian..tapi bukan masalah gue juga sih..awal nya sih aku memandang juga biasa-biasa aja,secara itu kan bude nya calon bini gue...tapi pandangan itu brubah ketika gue ngeliat dia lagi tidur siang secara ga sengaja daster yang dia pake kesingkap..sehingga paha yang selalu tertutup itu akhirnya kelihatan..namun aku ga berani lama2 memandang soalnya takut ketahuan CAPOLDA....


Semenjak kejadian itu perasaan ku aneh kalo lagi deket ma tante titin,entah itu pas nganter dia belanja,atau pas lagi nonton televisi...sampai suatu saat dia mau balik ke kos'an nya di daerah SDA,seperti biasanya gue di suruh nganter,setelah sampe depan kos'an nya,tante titin nawarin aku masuk,aku ngerasa aneh,karna nga biasanya kayak gitu,ya itung2 di luar mau hujan gede akhirnya aku mampir lah sejenak,saat aku masuk aku ngerasa ada yang aneh,kos'2 an nya ternyata sepi banget,terus gue tanya ma tante titin,” Kok sepi banget tante kos'an nya..pada kemana” Tante Titin “ biasa kok dic,temen2 pada pulang kampung,aku sendirian agak takut...,kamu mau nga temenin tante sebentar..?” ya langsung aja gue jawab “ iya ga apa2 kok tante “.

dic aku mandi dulu ya..kalo kamu mau makan ada sossis di kulkas yang bisa kamu ambil,kata tante titin sambil ngeloyor ke kamar mandi,karna gue boring iseng2 gue nonton televisi,akhirnya ga lama kemudian entah gue capek atau kenapa gue ketiduran,ga selang beberapa lama gue tidur gue ngerasa ada yang lagi jilatin n sedot-sedot k*ntol gue...setelah gue buka mata,gue kaget setengah mati..ternyata tante titin lagi di bawah sambil nyepong k*ntol gue...karna gue kaget gue buru2 cabut K*ntol gue yang masih nancep di mulut nya sambil gue tanya '” tante lagi ngapain..? “ trus dia jawab “ km tenang aja,tante udah tau kok kalo kamu sebenernya kamu suka curi2 pandang ke tante kan...”.”tapi tante,tante kan belum nikah...kok tante mau ngelakuin ini sama aku..?” “ya ga apa2 donk...lagian tante tuh sebenernya penasaran gimana sih rasanya orang ngent*t” “Wih,Gila nih pikirku...bagai dapet rejeki nomplok nih..dapet tante2 yang masih perawan lagi..maklum lah meskipun umurnya udah 34 tahun,tante titin belum merried n belum pernah pacaran,padahal kalo secara face sih nga jelek2 banget....”


abis itu gue akhirnya berdiri n gue lepas semua baju gue...terus gue suruh tante titin sepongin K*ntol gue,”arghh...yess..terus tante..enak....terus tante...tante pinter..ouch..”karna gue takut crots duluan akhirnya aku suruh tante titin lepasin sepongan nya terus gue preteli satu persatu baju yang dia pake,mulai dari blus sampe celana panjang nya...dan hanya tinggal Bra ama CD doank...abis itu aku ajak aja tante titin ke kamar mandi,maklum kos'2an nya kecil gan,bisa gawat kalo sampe di cek ama bapak/ibu kos nya...


abis itu setelah nyampe kamar mandi,gue pretelin juga CD ma Bra nya tante titin,trus gue suruh duduk di kloset angsa....abis itu gue jilmek tuh meqi perawan....sampe akhirnya dia menggerang “ ahhh...shhhh...ouchh....enak dic,terusin dic...ayo sayang lebih dalem lagi jilat nya..ouch...sshhhh...ahhhh” saking ke-enakannya akhirnya tante titin mengalami orgasme yang pertama kali yang ga pernah dia alamin sebelum nya... “ ahhh...shhh..ouchhh..dic,aku mau .piiiii....piiissssss.....ahhhh , crots..crots...crots....cairan itu menyembur dan kujilat sampe habis..ternyata peju perawan emang gurih banget..enak gan....


setelah beberapa lama,setelah tante titin pulih dari capek nya..akhirnya aku suruh tante titin berdiri...”tante gantian aku yang duduk ya tante” “ OK,terus aku sepongin kamu lagi yah” “kok sepong terus tante,emang tante ga mau ngerasain gimana enak nya batang aku masuk ke memiaw nya tante apa..?” kataku, “tapi aku takut dic,ntar kalo hamil gimana..aku kan ga enak juga..”,”tante nga usa takut..aku janji nga akan sampe hamilin tante kok,gimana tante mau kan..?”,”Gimana yah....ok deh tapi pelan2 yah..soalnya tante belum pernah...”,”iya tante tenang aja” kataku,dalam hati gue ngomong “ asik gue dapet perawan lagi...”


Akhirnya setelah aku rangsang lagi...memiaw nya tante titin becek lagi...setelah ambil posisi...akhirnya...aku tancepin batang ku pelan-pelan ke memiaw nya tante titin “ Aw..Sakit dic ”, “sebentar tante tahan ya sakitnya nga lama kok” , setelah beberapa lama diem di tempat,akhirnya gue suruh tante titin maju mundurin pantatnya “ shhh..ahhh...ouchh...yes...enak dic...terus ...dalemin lagi dic....ouch.....yeah...ashhh....shhhh enak dic.........” , “ gimana tante?enak nga rasanya..? “ iya dic,enak banget..ouch..shhhh...” ceracau nya...


setelah lama dengan gaya itu akhirnya aku suruh tante turun dari dudukan nya....aku suruh dia nungging di lantai...aku bilang “ tante coba gaya lain ya..dijamin lebih enak “, “terserah kamu aja deh dic,aku ok2 ajah”....its doggy time...setelah tante titin nungging,akhirnya aku masukin k*ntol aku ke memiaw nya tante titin..dan bener apa dugaan gue...tante titin emang masih virgin..aku lihat darah netes2 dari samping dalam paha nya....tapi aku ga ada urusan..yang pentin genjot terus....


ouch..ah....shhh..enak banget tante memeiw nya...peret banget.....,kamu juga dic k*ntol kamu nikmat banget...bkin tante melayang-layang...,setelah beberapa lama gaya doggie akhirnya gue ga tahan juga...ouch...yah..ashh..tante aku mau keluar nih...tante lagi subur nga....?..nga dic,jawab nya..aku keluarin di dalem ya tante....,iyah ..tante juga mau keluar..ouchh..ahhh..ssshhhhh...ahhhh...crotss..cr ortsss..crostsss..akhirnya aku sama tante titin keluar barengan....aku ngerasa ada yang anget2 lagi melumuri batang ku...sampe akhirnya k*ntol aku mengecil dan keluar dari sarangnya sendiri...


setelah itu kita mandi bareng,dan ga lupa juga gue ma tante titin main sekali lagi di kamar mandi....gaya duduk,berdiri,doggie,samping semuanya di lakuin sampe ga kerasa udah malem banget....setelah memakai pakaian aku dan tante titn ngobrol2 di tempat tidur..ga lupa juga aku sambil grepe2...dan sebelum aku pulang..tante titin sepongin K*ntol aku di balik pintu,biar ga keliatan orang...ternyata dia mau minum semua peju yang aku keluarin di mulutnya..”wih enak bener” katanya.


Semenjak kejadian itu,aku sering mampir ke kos'an tante titin,ya meskipun agak jauh sih...tapi ga apa2lah...sampai pada akhirnya aku dikabari bahwa tante titin udah menikah dan ikut suaminya ke kediri,tapi kalo ada pertemuan keluarga,kita sering curi2 kesempatan berdua di kamar mandi,atau pun di halaman belakang rumah calon bini gue....ga nyangka banget...

Tuesday, August 18, 2015

Bermain Dengan Nenek Tiri

Aku lahir dari keluarga yang sederhana, di sebuah desa yang masih dipenuhi persawahaan dan semak belukar. Aku anak pertama dari dua bersaudara, selisih usiaku dengan adikku kurang lebih sekitar tiga tahun. Kami tak punya rumah sendiri, sehari-hari kami hanya tinggal di gubuk kecil milik tetangga. Tapi saat ayah pergi ke kota besar untuk mencoba merubah nasib sebagai pedagang nasi goreng, kami dititipkan di rumah nenek yang ada di kampung sebelah. Saat itu aku kelas tiga SD.
(baca juga: sepupuku yang montok )

Sehari-hari, aku biasanya membantu kakek. Kakek mempunyai ladang yang meski tak begitu besar, tapi cukup untuk memenuhi kebutuhan kami sehari-hari. Ladang itu sebagian dia jadikan tempat memelihara ikan, dan sebagian lagi ia jadikan tempat bercocok tanam segala macam jenis sayuran, mulai dari kol, sawi, bawang merah, kacang panjang, tomat, bahkan cabe. Kampung kami memang sangat sepi, saat itu belum ada listrik.

Di pertengahan kelas lima SD, nenek meninggal. Hal itu sempat membuat keluarga kami shock, khususnya kakek, dia tak menyangka akan ditinggal oleh nenek secara mendadak. Kakek sempat murung dan berubah jadi pendiam selama beberapa bulan. Aku sempat sedih juga karena kehilangan tempat main dan panutan kalau lagi ada masalah di sekolah. Ibu yang merasa iba pada kakek akhirnya berusaha menjodohkan kakek dengan seorang perempuan, sebut saja mbak Darsih, seorang wanita parobaya yang masih kelihatan cantik di usianya yang sudah lewat 30 tahun.

Perkenalan ibu dengan mbak Darsih terjadi saat wanita itu ingin membeli ikan milik kakek untuk acara hajatan ultah putra sulungnya. Mengetahui kalau mbak Darsih adalah seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya -sama dengan kakek yang ditinggal mati oleh nenek- ibu berusaha menjodohkan mereka. Dan di luar dugaan, mbak Darsih menerimanya, padahal selisih usia mereka sekitar 30 tahun. Mungkin karena melihat kakek yang masih kelihatan gagah di usianya yang sudah lanjut, mbak Darsih jadi kesengsem. Kakek memang masih kelihatan berotot dan awet muda meski kulitnya agak sedikit gelap, itu akibat kebiasaannya bekerja keras di ladang setiap hari.

Begitulah, sekitar tujuh bulan setelah ditinggal oleh nenek, kakek menikah lagi. Mbak Darsih yang dulunya tinggal di desa sebelah, setelah menikah dengan kakek, sepakat untuk tinggal bersama kami. Dia membawa serta dua orang anaknya yang masih kecil-kecil. Mbak Darsih ternyata orangnya baik, diapun secara ekonomi sangat mapan, jauh dibanding kakek, hingga tak jarang akhirnya sering membantu keuangan keluarga kami, khususnya ibuku yang memang tak tentu mendapat kiriman dari ayah. Mbak Darsih mempunyai beberapa rumah peninggalan almarhum suaminya yang dia kontrakkan.

Sebagai rasa terima kasih, aku berusaha tidak menolak jika disuruh apapun olehnya, karena kadang mbak Darsih juga memberiku upah, meski kadang aku harus pergi melintasi kampung lain untuk berbelanja memenuhi permintaannya.

rbo88-agent-terpercaya


Sifat lain dari mbak Darsih yang aku suka, dia bukan tipe orang yang malas. Tak jarang dia mencucikan pakaian milikku saat ibuku terlalu sibuk bekerja. Saat dia mencuci, aku sering kali membantunya menimba air, hal yang memang sudah rutin aku lakukan kalau mencuci bersama ibuku. Hal itu makin membuat mbak Darsih sayang kepadaku. Aku yang kadang suka diledek oleh teman-temanku -bahkan saudara-saudaraku- sebagai anak yang sedikit bodoh dan polos, tapi di mata mbak Darsih, aku adalah anak yang baik. Tapi ada satu kebiasaanku yang sering membuat ibuku marah; jika sudah tidur, aku akan sulit sekali dibangunkan. Apalagi kalau baru saja terpejam, mungkin butuh satu ember air, baru aku bisa bangun.

Sampai akhirnya, saat aku di akhir kelas enam SD, ayah meminta ibu untuk pindah mengikutinya. Kata ayah, usahanya sudah lumayan rame, daripada membayar orang untuk membantu, mending mengajak ibu saja. Alasan lainnya, karena ayah tak kuat kalau harus terus jauh dari ibu. Saat itu aku masih belum mengerti apa maksudnya. Ibu yang tampaknya juga merindukan ayah, akhirnya setuju.

Rencana awalnya, aku dan adikku akan dibawa. Tapi kakek melarang, katanya: mending kami ditinggal dulu, karena ayah belum benar-benar mapan, sayang kalau buang-buang uang untuk biaya kami pindah sekolah. Saat itu, aku memang sudah mendaftar ke SMP di kotaku. Adikku saat itu masih kelas lima SD. Alasan kakek cukup masuk akal. Tapi adik perempuanku yang memang sangat dekat dengan ibu, tidak mau ditinggal, dia ngotot untuk ikut dengan ibu pergi ke kota menemani ayah. Akhirnya, setelah berembug cukup lama, kakek memutuskan; adikku boleh ikut ibu, sedangkan aku akan tetap di kampung bersama kakek. Aku sendiri tidak keberatan karena selama ini aku memang dekat dengan kakek. Jadilah aku berpisah dengan ibu dan adikku.

Kepindahan ibu tidak membuatku merasa kehilangan karena kadang tiap bulan ibu pulang. Selain untuk menengokku, ibu juga memberi uang sekedarnya untuk kakek. Selama kepergian ibu, mbak Darsih lah yang ganti menjagaku. Dia sudah menganggapku seperti anaknya sendiri. Kalau dulu aku sering tidur di bale-bale, sekarang aku lebih leluasa tidur di kamar. Mbak Darsih memberiku kamar belakang yang dulu ditempati oleh ibu. Sedangkan kakek dan mbak Darsih tetap di kamar depan, bersama anak-anaknya yang masih kecil. Kamar di rumah kakek memang hanya dua, berhadap-hadapan, walau kamar kakek sedikit lebih besar.

Akhirnya, aku lalui hari-hari bersama kakek dan mbak Darsih dengan penuh suka cita. Seringnya di rumah berdua membuatku dekat dengan mbak Darsih, dia pun jadi tahu dengan salah satu kebiasaan burukku.

”Kenapa sih kamu kalau dibangunin susah sekali? Semalam mau mbak suruh pindah ke kamar karena udara dingin banget, takut kamu sakit.” kata mbak Darsih pada suatu hari, saat dia kesulitan membangunkanku.

“Yah, dia mana bisa dibangunin! Ada bom meledak juga tetap ngorok,” sahut kakek sebelum aku sempat menjawab.

Aku cuma tertawa menanggapinya.

Tak terasa, sudah satu tahun kami hidup bertiga. Kini aku sudah naik ke kelas 2 SMP. Saat itulah, untuk pertama kalinya aku mengalami mimpi basah, itu sebenarnya membuatku sangat heran dan bingung. Ingin bertanya, tapi tak tahu kepada siapa. Seiring dengan itu, suaraku juga mulai berubah, membuat aku malas bermain dengan teman-teman lain. Ditambah bulu-bulu halus di bawah hidungku yang juga mulai tampak, aku makin menjadi bahan ledekan teman-temanku. Aku yang awalnya anak yang jarang suka bermain, sekarang jadi makin malas keluar. Paling hanya ke sawah tak jauh dari rumahku, itupun kalau pas musim layangan saja. Selebihnya, aku lebih suka melihat kakek berkebun atau memberi makan ikan.

Biasanya, setelah adzan maghrib berkumandang, kampung kami menjadi sepi. Kegelapan terlihat dimana-mana, hanya lampu-lampu minyak yang menyala, atau kadang juga petromak yang menjadi penerang bagi warga kampung yang letak rumahnyapun tak begitu berdekatan. Hanya masjid yang biasanya ramai hingga sekitar jam tujuh malam. Setelah itu, desa kami benar-benar sepi dan kebanyakan penghuninya langsung terlelap dalam mimpi.

Di pertengahan kelas dua, kulihat kakek suka mulai merasa kelelahan, mungkin karena usianya yang makin merambat senja. Aku memang kadang suka diminta kakek, atau bahkan mbak Darsih, untuk memijat mereka. Tapi di saat itu, hampir seminggu sekali kakek menyuruhku melakukannya. Aku pun kadang meminta pertolongan mbak Darsih, terutama jika aku ingin dikerok. Mbak Darsih memang kadang melakukan itu jika aku masuk angin.

Pagi itu, kulihat kakek tidak ke ladang. “Sakit lagi ya, mbak?” tanyaku.

”Ah, biasa. Memang harus istirahat dulu. Seminggu lalu baru kuras kolam, eh kemarin malah tanam tomat.” katanya. Kulihat mbak Darsih menatapku penuh arti, saat itu aku sedang menimba air hanya dengan bercelana dalam saja. Aku tak merasa aneh karena aku sudah sering melakukan itu. Dan selama ini tidak pernah ada masalah.

Hingga suatu hari, secara tak sengaja, handuk yang kupakai untuk melilit tubuhku jatuh saat aku sedang asyik menimba, padahal saat itu aku sedang tidak memakai celana dalam, hingga terlihatlah burung mudaku di depan mata mbak Darsih. Dia tertawa cekikikan saat melihatnya, ”Cepetan ditutup, nanti burungnya kabur lho!” dia berkata sambil melengos ke samping, kulihat mukanya jadi agak pucat dan memerah.

Aku yang tak merasa risih sama sekali, hanya bersikap biasa saja. ”Iya, mbak.” kuraih handukku dan kusampirkan lagi ke pinggangku. Kuteruskan lagi menimba air. Di pikiranku; karena saat SD dulu mbak Darsih sering memandikanku jika ibu lagi repot, tentunya dia sudah sering melihat tubuh telanjangku, jadi buat apa malu. Aku tak pernah menyangka, kalau peristiwa sore itu ternyata begitu berkesan bagi mbak Darsih.

rbo88-agent-terpercaya


Sampai kemudian, saat itu aku baru saja menyelesaikan ujian akhir kelas dua SMP, usiaku mungkin sekitar 14 tahun. Hari itu, kakek lagi pergi ke kota untuk membeli benih. Jam tujuh malam, saat mbak Darsih masih asyik mendengarkan radio, aku sudah terlelap. Tidak seperti biasa, malam itu aku bermimpi. Mimpi yang sangat aku nantikan. Mimpi basah. Tapi entah, malam itu mimpiku terasa begitu nyata. Aku merasa kontolku memasuki lubang yang sangat hangat. Enaaak sekali! hingga tak lama kemudian, aku pun mengejang. Saat itu aku merasa ada orang duduk diatas pangkuanku, tapi dasar aku kalau tidur lelap sekali, aku tidak bisa mengetahui itu beneran atau cuma mimpi.

Paginya, aku langsung memeriksa celanaku. Heran, tak ada kerak kering bekas air maniku, hal yang biasanya aku temukan jika habis bermimpi basah. Yang membuatku makin bingung, mimpiku sepertinya terasa sangat nyata. Nikmatnya berkali-kali lipat daripada biasanya. Aku ingin mengulanginya lagi.

Dan keberuntungan membuatku merasakannya tak lama kemudian. Tepatnya kurang dari dua minggu sejak mimpiku yang pertama. Tapi kali ini aku agak sedikit sadar karena aku memang belum benar-benar terlelap. Kembali kurasakan seperti ada orang duduk di atas pinggangku, tapi penyakit lelapku membuatku tak bisa membuka mata. Aku hanya bisa menikmati rasa nikmat yang menjalar cepat di batang kontolku, rasa hangat dan geli seperti dipijit-pijit oleh benda yang sangat lembek dan empuk, membuatku meringis dan merintih dalam tidur. Cukup lama aku menikmatinya, sampai akhirnya aku mengejang tak lama kemudian. Sebenarnya aku tak ingin rasa itu cepat berakhir, tapi mau bagaimana lagi, kutahan sekuat apapun, aku tetap tidak bisa mencegah rasa nikmatnya. Terpaksa kubiarkan spermaku menyembur keluar sebelum aku kembali terlelap beberapa detik kemudian.

Hal itu terus berlangsung selama beberapa minggu berikutnya. Meski cukup menggangu pikiranku, tapi jujur, aku sangat menikmatinya. Mimpi itu terasa nyata sekali, seperti aku benar-benar melakukannya. Sampai akhirnya, kembali kakek harus pergi ke kota untuk membeli bibit. “Besok senin, pagi-pagi aku sudah pulang.” katanya kepada mbak Darsih. Dia lalu menoleh kepadaku. “Kamu istirahat aja, besok kan sekolah.” katanya. Ya, saat itu badanku memang sedikit kurang enak. Sepertinya masuk angin.

Kakek menyuruh mbak Darsih untuk mengerokiku, tapi aku tidak mau. ”Bentar juga enakan sendiri.” kataku.

Tapi sorenya, saat aku masih meringkuk di kamar dengan badan lemas, mbak Darsih menghampiriku. “Sini, kukerok aja. Kamu juga nggak usah mandi dulu, takut nanti tambah parah.” katanya.

Aku hanya diam dan tetap berbaring tengkurap. Mbak Darsih kemudian mengangkat kaosku. Sambil mengurut punggungku dengan uang koin, dia berkata. “Kamu tuh udah gede, kalau mandi tutup pintunya, jangan seenaknya gitu, apa nggak malu?” tanyanya.

“Malu sama siapa, mbak? Kan nggak ada orang, paling cuma kakek.” kataku.

“Iya, tapi kali aja ada tetangga yang datang.” kata mbak Darsih. ”Ah, nggak merah. Kamu mungkin telat makan aja, jadinya kembung. Makanya jangan telat makan.” dia menasehati dan akhirnya memijat punggungku.

Setelah punggung selesai, ia kemudian menyuruhku berbalik. ”Biar kupijat dada sama perutmu.” katanya.

Kubalikkan badan. Aku mulai merasa geli saat mbak Darsih perlahan mengurut perutku. Tanpa sadar, kontolku mulai bergerak menegang.

”Kamu tuh yang bener kalau pake celana. Celana rusak masih aja di pake.” katanya. Aku saat itu memang memakai celana bekas SD-ku dulu yang bagian resletingnya sudah rusak, hingga menampakkan sedikit kulit batang penisku.

Saat mbak Darsih memijat bagian bawah perutku, kontolku makin tak karuan tegangnya, mbak Darsih hanya tersenyum saat melihatnya. ”Ih, tuh kan, saking sempitnya sampe nonjol gitu.” katanya dengan halus. ”Kayaknya sesak banget ya?” tanya mbak Darsih.

Aku kira dia membicarakan celanaku, jadi aku menyahut enteng saja. ”Iya, mbak.” jawabku.

”Dibuang saja,” kata mbak Darsih.

”Dibuang gimana, mbak?” kataku tak mengerti.

Tidak menjawab, perlahan mbak Darsih memijat pangkal pahaku. Dan entah sengaja atau tidak, dia berkali-kali menyenggol bagian selangkanganku. ”Ih, bener. Sesak banget! Kayaknya pengen dikeluarin tuh.” katanya.

”Dikeluarin?” aku semakin tak mengerti.

”Bener-bener harus dibuang, hehe.” sahut mbak Darsih sambil terkikik.

“Terserah ah, gimana enaknya mbak aja.” jawabku pada akhirnya. Pasrah, percaya sepenuhnya kepadanya.

“Iya, tapi kamu jangan bilang-bilang kakek ya?” bisiknya.

“Iya, mbak, masa mau bilang kakek,” kataku mengangguk, masih berfikir dan tak mengerti apa yang ia maksudkan.

”Ehm... sekarang, tutup muka kamu dengan bantal.” kata mbak Darsih kemudian.

Aku menurut, walau sedikit heran. Masa lepas celana aja harus pakai tutup muka segala? Tapi aku tetap melakukannya. “Gini ya, mbak?” kutindihkan bantal ke mukaku hingga aku tidak bisa melihat apa-apa.

”Aku buang semuanya ya?” kata mbak Darsih.

Aku masih tak mengerti, tapi aku tetap menjawab, ”Terserah, mbak.”

Akhirnya kurasakan celanaku ditarik ke bawah. Dan tidak cuma celana pendek, kurasakan celana dalamku pun ikut ia tarik hingga terlepas semuanya. Sungguh, aku merasa kikuk, malu, dan agak risih telanjang di depan mbak Darsih. ”Mungkin mbak mau mengganti semuanya karena aku nggak mandi,” bisikku dalam hati untuk menenangkan pikiranku yang mulai bergejolak. Di bawah, kontolku yang sudah menegang kini makin mengacung tegak ke atas saat tangan mbak Darsih mulai merabanya, memperlihatkan segala kejantanan dan kekuatannya.

”Ih, keras amat” katanya sambil mulai mengocok pelan. Rasa geli dan nikmat langsung kurasakan, aku tidak sanggup untuk menolak. Apalagi saat tak lama kemudian, kurasakan tubuh montok milik mbak Darsih mulai mengangkangiku, membuatku makin terbuai dan terpesona. Batang kontolku kini tepat menempel ke belahan vaginanya. Bahkan sesaat kemudian, kurasakan ujung kontolku perlahan menembus, memasuki belahan dagingnya yang sangat hangat, yang mengingatkanku akan nikmat mimpi basahku beberapa minggu terakhir. Sungguh, seperti ini rasanya, sangat mirip sekali!!

”Kamu diam saja, jangan dibuka bantalnya!” mbak Darsih berkata sambil terus menekan pinggulnya ke bawah. Dinding vaginanya yang lembek dan lengket semakin menggerogoti batang kontolku. Ya Tuhan, apa mbak Darsih sedang menyetubuhiku? Tanyaku dalam hati, namun tidak bisa menolak. Begitu nikmat rasa ini hingga aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku hanya bisa diam dan menikmati apapun yang ia berikan.

Di sela-sela kebingunganku, perlahan tapi pasti, kontolku semakin masuk ke dalam, menghunjam dan menembus memek mulus mbak Darsih, bahkan kini sudah mentok di mulut rahimnya. Kontolku kini sudah menancap sepenuhnya, mengisi rongga memek mbak Darsih yang kurasa sangat sempit dan legit. Aku hanya bisa menutup mata dan menyembunyikan mukaku di balik bantal saat perlahan mbak Darsih mulai menggerakkan badannya naik turun. Goyangannya itu membuat alat kelamin kami yang saling bertaut erat mulai bergesekan pelan. Rasanya sungguh nikmat sekali. Kudengar nafas mbak Darsih semakin berat dan tak teratur, membuatku semakin tak kuasa menahan gejolak. Akhirnya akupun mengejang. Perlahan cairan hangat keluar dari kontolku, menyemprot deras di liang memek mbak Darsih, yang dibalas olehnya dengan denyutan nikmat dinding-dinding rahimnya.

Setelah muncrat semuanya, barulah mbak Darsih melepaskan himpitannya dan merapikan kembali celanaku. Kontolku yang basah oleh cairan kental, ia lap dengan menggunakan kain lembut. Kutebak itu adalah celana dalamnya. “Udah, boleh dibuka sekarang.” kata mbak Darsih kemudian. ”Sudah nggak sesak lagi kan?” tanyanya sambil tersenyum.

Aku hanya diam, tidak tahu harus berkata apa. Persetubuhan pertamaku dengan mbak Darsih membuatku kehilangan kata-kata. Tapi, benarkah ini yang pertama? Setelah merapikan kembali pakaiannya, kuperhatikan mbak Darsih yang melangkah pergi meninggalkan kamarku.

Keesokan harinya, kakek masih belum kembali. Di sekolah, aku jadi sering melamun, membayangkan apa yang telah aku dan mbak Darsih lakukan kemarin. Aku tahu bahwa itu terlarang dan tidak boleh, tapi entahlah, aku menyukainya. Dan aku tidak ingin berhenti, aku ingin mengulanginya lagi kalau ada kesempatan. Sepertinya aku telah ketagihan dan merindukan memek mbak Darsih. Aku telah dewasa sebelum waktunya.

Pulang sekolah, meski lagi konak berat, aku cuma tiduran di kamar. Aku tidak berani mendekati mbak Darsih yang sedang asyik nonton teve di ruang tengah. Aku sedang mengusap-usap batang kontolku yang sudah tegang saat dia menyapaku dari pintu kamar.

“Kamu sakit?” tanya mbak Darsih yang tahu-tahu sudah berada disana.

”Nggak, mbak.” kataku salah tingkah karena sudah dipergoki seperti itu.

”Kok di kamar aja,” kata mbak Darsih sambil tersenyum.

Aku hanya diam, tak tahu harus memberikan jawaban apa.

”Apa sesak lagi?” dia bertanya lagi, matanya menatap penuh pengertian.

”Ah, nggak juga, mbak.” kilahku untuk menutupi rasa malu, untungnya saat itu aku juga mengenakan celana longgar yang sedikit banyak bisa menyembunyikan tonjolan penisku.

“Ya udah, sini perutnya mbak minyakin biar nggak masuk angin lagi.” katanya, dan tanpa disuruh, dia pun meminyaki perutku, lalu memijatnya perlahan. Hal itu kembali membuat kontolku terbangun.

”Ih, dari luar memang nggak kelihatan, tapi dalamnya kelihatan sesak tuh,” mbak Darsih menunjuk daerah kontolku yang perlahan-lahan berubah menjadi semakin munjung.

“Ehm, iya kali, mbak.” kataku pasrah karena aku memang tidak bisa menutupinya lagi.

”Tegang ya?” bisik mbak Darsih sedikit genit.

”Iya, kenapa ya, mbok?” kataku polos.

“Nggak apa-apa, normal.” katanya sambil dengan tangan mulai mengusap-usap perlahan. Aku mulai merasa nikmat di batang kontolku akibat belaiannya. ”Mau dibuang?” tawarnya.

”Jangan, mbak, sayang.” kataku bodoh.

”Nggak apa, nanti juga ada gantinya.” ia tersenyum.

Aku terdiam, berusaha mencerna ucapannya. “Ehm, terserah mbak aja deh.” kataku pada akhirnya.

Kembali mbak Darsih menutup mukaku dengan bantal. Dan perlahan, kembali kurasakan nikmat menjalari batang kontolku saat dia menduduki dan menjepit batang kontolku di belahan lubang vaginanya.

“Mbak, kalau kakek pulang bagaimana?” tanyaku sambil merintih keenakan menikmati genjotannya.

”Tenang saja, nanti juga gedor pintu.” jawab mbak Darsih. Kurasakan goyangannya menjadi semakin cepat sekarang.

”Mbak, maksud mbak sesek itu apa?” tanyaku dengan tangan berpegangan erat pada sprei, berusaha menahan desakan nikmat dari batang penisku agar tidak cepat memancar keluar.

”Ah, kamu pura-pura nggak tahu ya?” kata mbak Darsih.

”Beneran, mbak.” sahutku masih dengan muka tertutup bantal. Tidak bisa kuketahui bagaimana raut muka mbak Darsih sekarang, tepai dari erangan dan rintihannya, sepertinya dia merasa nikmat sekali, sama seperti yang aku rasakan sekarang.

”Maksud mbak, ininya kamu sudah penuh.” katanya sambil meraba biji pelirku.

“Oh, kirain celanaku yang sesek.” kataku baru mengerti. Saat itulah mbak Darsih tersadar, ternyata kami telah salah paham. Dia langsung menghentikan gerakannya diatas kontolku. ”Mbak, kenapa?” tanyaku bingung, tak ingin kenikmatan ini terputus di tengah jalan.

”Aduh, gimana dong?” kata mbak Darsih sedikit panik. ”Maaf ya, kukira kamu mengerti...” dia sudah akan mencabut vaginanya, tapi segera kutahan pinggulnya.

“Nggak apa-apa, mbak. Aku nggak akan cerita sama kakek.” kataku menenangkan.

Mbak Darsih terdiam, seperti masih berusaha mencerna kata-kataku. ”Beneran ya?” ia bertanya memastikan.

”Iya, mbak. Asal mbak mau beginian terus sama aku.” kataku dari balik bantal. Selama dia tidak menyuruh, aku akan tetap bersembunyi.

“Baiklah, mbak juga sudah tanggung. Mbak pinjam sebentar inimu ya?” katanya sambil memegangi penisku yang kini cuma kepalanya saja yang masih menancap.

”Iya, mbak.” sahutku dengan senang hati.

Akhirnya mbak Darsih pun melanjutkan gerakan naik turunnya di atas batang kontolku, hingga tak lama kemudian, aku kembali memuntahkan cairan kental ke dalam memeknya.

”Terima kasih ya,” dia mencium pipiku dan kembali merapikan pakiannya.

”Sama-sama, mbak.” Aku yang kelelahan, dengan tetap telanjang, terlelap tak lama kemudian.

Sejak itu, sesekali, jika mbak Darsih lagi pingin, dia suka berbisik; ”Boleh pinjam nggak?” Atau jika aku yang pingin, aku terkadang berkata, ”Mbak, kayaknya sesek.” itulah kode yang kami sepakati.

Begitulah, hubungan terlarang kami terus terjalan. Bahkan kami seakan tak peduli tempat dan waktu, jika hasrat kami sudah tak terbendung, kami selalu berusaha menuntaskannya, kapanpun dan dimanapun. Bahkan pernah, di malam hari, mbak Darsih masuk ke kamarku dan naik ke atas tubuhku, padahal saat itu kakek lagi ada di rumah. Nekat sekali dia, tapi aku juga tidak bisa menolak karena aku tahu kalau kakek sudah terlelap.

Yang lebih gila, pernah kusetubuhi mbak Darsih di gubuk tengah ladang saat ia tengah mengantarkan makanan buat kakek. Sementara kakek mencangkul untuk membuat bedengan, kutindih istrinya yang masih nikmat dan cantik itu hanya dengan beralaskan tikar lusuh. Kakek sama sekali tidak curiga karena matanya memang sudah sangat rabun, ia tidak bisa melihat jelas ke gubuk dimana kami berada.

Sering juga saat kakek nonton teve di ruang tengah, kuseret mbak Darsih ke dapur. Hanya dengan bertumpu pada meja, kutusuk tubuh sintalnya dari belakang. Mbak Darsih berusaha menutupi mulutnya dengan tangan agar rintihan dan teriakannya tidak sampai terdengar oleh kakek. Tapi aku yakin itu tidak akan terjadi karena kakek juga sedikit tuli.

Tapi selama kami bercinta dan bersetubuh, aku dan mbak Darsih tidak pernah melakukan kontak lain selain pertautan alat kelamin kami. Aku tak pernah mencium bibirnya, juga meraba tubuh sintalnya. Paling banter aku cuma sedikit memeluknya kalau sudah konak banget. Jika lagi pingin, aku biasanya langsung menusukkan kontolku ke memek mbak Darsih tanpa melakukan foreplay atau pemanasan terlebih dahulu. Gairah kami yang meluap-luap sudah cukup untuk membuat memek mbak Darsih jadi basah dan lengket.

Jika mbak Darsih yang pingin, biasanya dia meremas-remas dulu batang penisku, baru memasukkannya ke dalam lubang kenikmatannya. Sesekali aku memang kadang meremas payudara montok milik mbak Darsih disela-sela genjotan kontolku, tapi tak pernah lebih dari itu. Bahkan melihat bagaimana warna dan bentuknya saja, aku juga tidak pernah. Bagiku yang penting kontolku bertemu dengan memeknya, itu sudah lebih dari cukup.

Sungguh, walau diperlakukan begitu, aku tetap puas. Begitu juga dengan mbak Darsih. Jika aku datang, menusukkan kontolku, dan pergi meninggalkannya jika sudah usai, baginya itu sudah merupakan hal yang paling nikmat. Rupanya setelah hampir setahun tak pernah merasakan kepuasan dari kakek, ia jadi gampangan seperti itu. Tapi untungnya ada aku yang siap memuaskannya sewaktu-waktu, hingga disela-sela kesepiannya, dan kesepian di kampungku, mbak Darsih tetap bisa meraih kenikmatan ragawi dan berpacu di malam-malam gelap dan sunyi bersamaku.

-TAMAT-

Tolong Jaga Pacar Saya Tuhan


Sunday, August 16, 2015

Hadiah Setelah Sunat

Cerita HOT Bercinta Dengan Yussi Perkenalanku dengan Yussi bermula dari chatroom. Waktu itu tahun 2001 dan aku masih duduk di tingkat 3 sebuah PTS di Medan dan usiaku masih 20 tahun. Sedangkan Yussi sudah berumur 22 tahun dan duduk di bangku kuliah tingkat akhir universitas swasta Jakarta Jurusan Teknik. Kala itu Yussi masih bekerja di perusahaan telekomunikasi swasta sebagai seorang programer.Perkenalanku dengan Yussi semakin akrab walaupun kami tidak pernah ketemuan atau copy darat (maklumlah dia di Jakarta sedangkan aku di Medan). Setelah persahabatan kami berjalan 2 tahun akhirnya kami mempunyai kesempatan untuk ber-copy darat. Waktu itu bulan Desember 2003 aku memperoleh kesempatan untuk berlibur di Jakarta.
Singkat cerita akupun sampai di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada tgl 26 Desember 2003 dan dengan berbekal beberapa lembar foto kirimannya, aku sore harinya pergi ke Mall Taman Anggrek untuk menemuinya.
Pertama sekali kumelihatnya, aku sungguh terpana. Bagiku, Yussi lebih cantik aslinya ketimbang di fotonya. Ditunjang lagi oleh penampilannya yang semakin dewasa yang disesuaikan dengan profesinya kini sebagai programer software di PT JS di kawasan Gatot Subroto Jaksel. Hal ini membuat aku semakin tertarik dengannya dan membuat birahiku naik secara perlahan-lahan.
Setelah bertemu, kami berdua mengelilingi Taman Anggrek hingga malam dan dinner disana. Setelah dinner kami berkesempatan mengelilingi Jakarta dan akhirnya kami pulang dan kuantar dia sampai ke rumahnya di kawasan Duri Kepa Jakarta Barat.
Pertemuan itu membawa kenangan tersendiri bagiku dan oleh sebab itu aku kembali mengajak Yussi keluar jalan-jalan keesokan harinya yang bertepatan dengan malam minggu.
Keesokan harinya, pagi-pagi benar aku menjemput Yussi setelah itu kami pergi makan pagi bersama dan mengelilingi Jakarta beserta mallnya hingga jam 10 malam. Sebenarnya aku masih sangat ingin bersamanya hingga larut malam, namun Yussi menolak karena katanya tidak ada yang menjaga rumah, sebab Papa, Mama, Koko, Kakak ipar dan Dedenya sedang ke Bogor menghadiri kondangan familinya.
Sebenarnya aku kecewa juga mendengar penolakannya itu, tapi kekecewaanku ternyata tidak lama. Terbukti Yussi waktu itu langsung mengajakku untuk menginap di rumahnya, karena dia tidak berani tidur sendirian. Akupun tidak mengiyakan secara langsung penawarannya itu, aku berpikir beberapa menit. Setelah berpikir beberapa menit aku pun mengiyakan tawaran Yussi dan tampaknya ia sangat senang sekali. Akhirnya kami sampai di rumahnya pukul 10 lewat 30 malam.
Segera setelah turun dari mobil, Yussi membuka pintu pagar dan pintu rumah. Lalu akupun masuk ke dalam rumahnya yang lumayan besar itu dan menempelkan pantatku pada kursi sofa di ruang tamunya. Seketika itu pikiranku melayang-layang membayangkan seandainya aku dapat menyalurkan hasratku pada Yussi. Terus terang saja, selama ini aku selalu horny jika mendengar suara dari Yussi dan aku pun selalu beronani membayangkan sedang menyetubuhinya. Bahkan tidak jarang pada saat kutelepon dia, aku sedang naked dan beronani sambil bertelepon dengan dia dan Yussi pun tahu semuanya itu.
Setelah mengunci pintu rumahnya, Yussi permisi padaku untuk mandi dan aku pun mengiyakannya. Mendengar Yussi mau mandi pikiranku bertambah kotor setelah sebelumnya aku membayangkan bisa menyetubuhinya. Lalu dengan langkah berjingkat-jingkat kuikuti langkah Yussi yang berjalan ke arah kamar mandi di ruang makan hingga aku melihat Yussi masuk ke dalam kamar mandi dan mengunci pintunya.
Akupun segera memutar otakku mencari celah agar dapat mengintip Yussi. Namun belum sempat aku mendapatkan cara mengintip yang pas, tiba-tiba Yussi keluar dari kamar mandi dengan naked dan berteriak karena ada kecoa. Aku yang melihat Yussi keluar dengan naked hanya bisa terpaku dan diam. Mataku langsung tertuju pada dua daging kenyal yang bergantung di dadanya. Sungguh indah sekali buah dada Yussi yang berukuran 34 A (kuketahui ukurannya, karena aku pernah menanyakan ukuran bra nya lewat SMS dan dia pun memberitahu aku) dengan putingnya yang berwarna kecoklatan. Ingin rasanya lidahku langsung menyeruput wilayah dadanya itu. Pandangan mataku kini tertuju pada lubang vaginanya yang ditumbuhi oleh ilalang asmara walaupun tidak begitu lebat. Penisku pun langsung bangkit dan berdiri tegak. Waktu itu yang hanya ada di pikiranku hanyalah bagaimana caraku untuk meniduri Yussi. Tanpa pikir panjang akupun mendekati Yussi dan kurangkul tubuhnya lalu kutempelkan bibirku pada bibirnya yang lembut mereka itu. Yussi tidak memberikan perlawanan bahkan ia pun mengulum bibirku.
“Ah..” dia mendesah.
Aku pun semakin berani setelah mendengar desahannya itu. Lidahku keluar masuk ke rongga mulutnya yang mungil dan tanganku pun bergerilya meremas-remas dan terkadang meraba-raba onggokan daging kenyal di dadanya sambil memilin-milin putingnya yang sudah mulai mengeras. Sementara itu ia juga mulai mencoba menarik resleting celanaku dan tanpa kesulitan dia berhasil menurunkan celanaku dan menarik kaosku serta melemparnya ke lantai kamar mandi. Saat itu, ia sedikit terkejut, ketika tanpa sengaja tangannya menyentuh penisku yang masih dilapisi oleh celdamku.
“Oh.. Very big buanget tongkolmu, Dave”
Aku hanya menanggapinya dengan senyum dan tanganku masih bekerja memilin-milin puting susunya. Ciumanku mulai kuarahkan ke lehernya dan terus turun ke bawah dan berhenti di bagian putingnya. Di sini aku permainkan putingnya yang indah itu dengan lidahku. Terkadang kuemut, kuhisap dan kugigit lembut putingnya itu, sehingga membuat Yussi tak kuasa untuk menahan hawa nafsunya yang sudah hampir meledak. Tampaknya ia juga sudah tidak sabar untuk melihat dan merasakan penisku karena Yussi sedang berusaha menarik turun sempakku. Dan kemudian tanpa halangan yang berarti Yussi akhirnya berhasil menurunkan celdamku.
“Jangan disini Yos, kita cari tempat yang enak, ok? Gimana kalau kita maen di kamar kamu Yos?”
“Oh iya.. Enakan di kamar gue. Kita bisa ngent*t sampe puas”.
Lalu kugendong tubuhnya ke loteng dan kubawa ke dalam kamar tidurnya dan selanjutnya kurebahkan tubuh bugilnya diatas ranjang alga yang empuk. Tanpa menunggu lebih lama lagi, segera kuhisap puting susunya yang sudah semakin mengeras lagi.
“Ah.. Dave,” pekiknya.
“Yos.. Toket loe indah buanget. Gue suka buanget sama toket loe,” celetekku dengan penuh nafsu.
“Terus Dave.. Oh.. Geli..” desahnya.
Mendengar desahannya aku semakin bernafsu. Lambat laun ciumanku merambat turun ke pusarnya lalu ke gundukan di selangkangannya. Kemudian kumainkan clitorisnya dengan lidahku dan aku terus memasukkan ujung lidahku ke dalam lubang vaginanya yang harum itu. Kemudian dia mengangkat pinggulnya dan berseru,
“Oh.. My god.. Is very great.. Oh.. God..”
Sementara aku masih mempermainkan wilayah vaginanya dengan lidahku, Yussi semakin kencang menggoyang-goyangkan pinggulnya, kemudian dengan tiba-tiba dia berteriak,
“Dave.. aku.. ke.. lu.. aarr..” dan seketika itu tubuh Yussi mengejang dan matanya terpejam.
Sementara itu di gua keramatnya terlihat cairan kewanitaannya membanjiri vaginanya. Kuhisap cairannya itu dan kurasakan manis bercampur asin dengan aroma yang wangi dan hangat. Kuhisap cairannya dengan rakus sampai habis dan tubuhku kembali merambat ke atas menghisap putingnya kembali yang tampak indah bagiku. Rasanya bibirku masih belum puas menyusui putingnya itu.
Tak lama kemudian kulihat Yussi kembali menggeliat-geliat dan mendesah-desah. Ia tampak terangsang kembali dan memintaku untuk segera memasukkan penisku yang berukuran 16 cm dengan diameter 3 cm ke dalam gua keramatnya yang sudah basah sekali.
“Ayo.. Dave.. Masukkan tongkolmu ke memiawku. Gue sudah enggak tahan lagi,” pintanya.
Tanpa menunggu lebih lama lagi kuarahkan penisku ke dalam lubang vaginanya dan secara perlahan-lahan namun pasti penisku pun mulai menyeruak masuk ke dalam lubang vaginanya yang masih sempit (maklumlah Yussi masih virgin) dan akhirnya penisku berhasil masuk 3/4 ke dalam lubang vaginanya.
“Aduh.. Pelan-pelan ya, please,” erangnya sedikit tertahan.
Kembali kutekan penisku untuk masuk ke lubang vaginanya secara perlahan sehingga akhirnya aku berhasil memasukkan semua penisku ke dalam lubang vaginanya dan menyentuh dasar vaginanya.
“Oh.. Nikmat buanget..” katanya yang disertai dengan desahan halus.
Aku semakin bernafsu untuk menggenjotnya setelah mendengar desahan dan erangannya. Semakin dia mendesah, aku semakin mempercepat genjotanku di lubang vaginanya.
“Oh.. Dave.. ak.. uu.. suudahh.. ma.. uu.. kke.. luarr.. rr.. laggii..”
“Tahan Yos.. aku juga.. u.. da.. mau.. ke.. luuaarr, keluarkan di.. mana.. Yos?” tanyaku.
“Di.. Da..”
Belum sempat ia menjawab, aku sudah tak bisa menahannya lagi, sehingga akibatnya,
Crot.. Crot.. Crot.. Crot..!
Beberapa kali penisku menembakkan maniku yang banyak ke dalam lubang vaginanya dan saat itu juga aku merasakan cairan hangat Yussi beserta aliran darah perawannya menyelimuti batang penisku yang masih tegak di dalam vaginanya.
“Terima kasih Yos.. Kamu sudah memberikan aku kenikmatan malam ini..” ujarku sambil mengecup lembut bibirnya dan menarik keluar penisku.
“Aku juga ingin terima kasih ke kamu, karena telah memuaskan nafsuku untuk melakukan hubungan sex denganmu yang selama ini kupendam dalam anganku,” katanya tanpa malu-malu dengan mata yang sayu.
“Ayo.. Kita mandi berdua,” ajaknya sambil menarik tanganku.
Dan di kamar mandi itu, batang penisku kembali bereaksi ketika Yussi mengelus-elusnya. Tanpa malu-malu aku langsung menarik pinggang Yussi dan menyuruhnya menungging ke arahku. Aku pun secara perlahan lahan memasukkan penisku yang sudah menegang ke sela-sela pantatnya yang tidak begitu besar. Sejenak, Yussi tersentak, namun hal itu hanya berlangsung sebentar saja, karena Yussi kemudian menggerak-gerakkan pinggulnya ketika dirasakan penisku sudah masuk semuanya ke dalam lubangnya.
“Ah.. Dave.. a.. kk.. uu.. ke.. ll.. uu.. aa.. rr.. l.. aa.. g.. ii..” erangnya dengan lembut.
“A.. k.. u.. juu.. ggaa..” kataku sambil menyemprotkan maniku ke lubang vaginanya kembali.
Setelah itu kami melanjutkan acara mandi kembali dan setelah mandi, sebelum tidur, aku mengent*tnya sekali lagi. Keesokan paginya pada saat aku bangun jam 7 pagi kembali kugenjot dia dan malam harinya kami kembali ber-ML ria..
Sungguh liburan yang berkesan dengan teman chatting. Terima kasih Yussi atas virginmu.

cerita dewasa, kumpulan cerita sex,cerita sex dewasa, cerita seks dewasa,tante girang, daun muda, pemerkosaan, cerita seks artis,cerita sex artis, cerita porno artis,cerita hot artis, cerita sex,cerita kenikmatan,cerita bokep,cerita ngentot,cerita hot, bacaan seks, cerita, Kumpulan Cerita Seks, onani dan Masturbasi,cerita seks tante,blog cerita seks, seks,sedarah seks, cerita 17 tahun,cerita bokep